Kamis, 26 Mei 2011

Berkaca Diri

Terkadang saya sering merasa bingung dengan sifat manusia yang selalu ingin diakui. Sebagai manusia tentunya, saya mendukung pernyataan bahwa setiap orang ingin dihargai dan diakui eksistensinya. Mungkin perlu saya ralat bahwa sebetulnya saya tidak bingung dengan sifat manusia yang satu itu karena itu adalah wajar dan manusiawi bahkan saya pun mengalaminya.
Ahmmm...kalau begitu apa yang harus saya bingungkan?
Ternyata saya bingung dengan 'cara-cara' yang ditempuh manusia untuk mendapatkan penghargaan dan pengakuan dari sesamanya.
Jika kita selalu berpikir dengan positif tentunya hal-hal positif lah yang ada di benak dan pikiran kita. Kalau kita merasa bahwa kita pintar tanpa harus digembor-gemborkan kepada orang-orang bahwa kita pintar, orang lain pun akan mengetahui kepintaran dan kecerdasan kita dengan hasil karya prestasi kita. Saya percaya bahwa seseorang yang cerdas dapat terlihat kemampuannya dalam menganalisa sebuah masalah. Tidak perlu 'cuap-cuap' dan banyak bicara bahwa ia pintar dan mampu, tapi cukup melakukannya dengan action, orang lain pun dapat menilai. Mungkin seperti orang-orang bilang 'Sedikit bicara, banyak bekerja' atau 'No action, talk only'.
Haha...itulah yang kadang membuat saya heran dan bingung. begitu banyak orang bicara panjang lebar, berargumentasi tanpa dasar ilmiah yang pasti, debat kusir dll, pada intinya semua itu dilakukan hanya agar orang lain tahu bahwa ia pintar dan berkompeten. Padahal menurut saya, semakin banyak anda bicara semakin anda terlihat bodoh di mata saya. Tentunya pernyataan itu hanya berlaku untuk orang-orang yang memang menurut saya tidak mampu. Hehe...
Lain halnya dengan orang yang memang cerdas dan berkompeten, ketika ia bicara panjang lebar pun akan terdengar menarik untuk disimak dan dipahami. :)

Lalu, apalagi selain kecerdasan yang ingin orang-orang pamerkan?
Saya mempunyai bukti dan pengalaman nyata tentang seorang teman perempuan. Saya kenal dia tidak hanya setahun atau dua tahun, tapi kurang lebih selama 4 tahun lebih sampai saat ini. Maklum dia adalah teman satu kelas di kampus. Saya masih ingat bagaimana wajah dan penampilannya dahulu yang menurut saya sangat standar. Kulitnya tidak putih, bentuk badannya aneh, giginya aneh, dan selera berpakaiannya yang buruk. No offense.
Tapi sekitar setahun belakangan ini saya terkondisikan untuk berada satu tim dengan dia yang mengharuskan kami selalu bertemu dengan frekuensi yang lebih sering dari pada tahun-tahun kuliah sebelumnya. Saya benar-benar melihat perubahan itu, bahwa wajahnya semakin putih (bahkan lebih putih dari saya haha...) dan dia lebih pandai berdandan. Saya akui dia terlihat lebih menarik dari sebelumnya walaupun selera berpakaiannya tetap buruk seperti suka memakai celana ngatung dan tidak match. Selain itu kulit tubuhnya pun tetap saja hitam, jadi sangat terlihat kontras warna kulit wajah yang putih seperti mayat dan warna kulit tangan yang hitam. Itu artinya perubahan yang tampak pada dirinya bersifat artificial. Mungkin saja ia suntik putih setiap bulan atau memakai krim khusus untuk memutihkan kulit wajahnya yang kusam dan agak dekil.
Namun sebagai teman satu kelompok, saya berpikir itu adalah hal yang sangat wajar karena setiap wanita ingin selalu tampil cantik. Saya pun selalu memakai foundation untuk menutupi bekas noda jerawat di wajah saya hehe...
Sekali lagi saya berpikir itu adalah hal yang wajar. Setiap orang ingin menutupi kekurangan dan menonjolkan kelebihannya bukan? Dan saya tahu setiap wanita ingin selalu terlihat cantik.
Namun yang menjadi pertanyaan saya, apakah karena kita ingin diakui kecantikannya, maka kita harus menjelekkan dan menghina kekurangan orang lain? Merasa apa yang dilakukan dan yang diperoleh sudah maksimal, apakah sah jika kita harus merasa diri kita lebih baik dan cantik daripada orang lain?
Sementara kita tidak menyadari seperti apa 'wujud' kita dahulu, seolah-olah lupa dengan gambaran diri kita dahulu sebelum bermetamorfosa dengan bantuan seperti krim malam, suntik putih dll yang tidak alami?
Sungguh saya sangat tidak suka, ahhm... bahkan benci dengan orang-orang belagu yang membanggakan kecantikan buatannya dan menghina kekurangan orang lain. Kasarnya seperti ini 'loe lupa loe dulu kayak apa?' atau 'kalau dari sananya sudah hitam ya hitam saja, mau suntik putih setiap hari anakmu gak akan jadi putih juga kecuali kamu nikah sama orang putih'
Huhhh... sungguh saya sangat kesal dengan orang-orang picik seperti itu.

Apalagi yang patut dibanggakan selain kecerdasan dan kecantikan? Kekayaan tentunya!
Saya sangat tidak peduli persoalan tetek bengek bibit bebet bobot atau hal-hal tidak penting seperti itu.
'kamu tahu gak, ibuku itu profesinya bla..bla..' atau 'bapak aku pekerjaannya sebagai bla..bla.. lho jadi uangku banyak'. Hahaha... sungguh tidak penting untuk dipamerkan. Buat saya apapun pekerjaan asalkan halal itu patut dihargai. Kerja keras setiap orang tua untuk menyekolahkan anaknya hingga sukses walaupun mereka bukan orang berpendidikan tinggi itu patut dihargai dengan sebenar-benarnya.
Saya bingung untuk kesekian kalinya, apakah orang-orang yang naik angkutan umum dan bis itu adalah orang miskin? Hahaha...sungguh narrow-minded sekali orang-orang yang berpikiran seperti itu!
Apakah mereka dapat menjamin dalam 5 atau 10 tahun mendatang keadaan mereka tetap berada diatas? atau justru keadaan mereka akan berbanding terbalik dengan kondisi mereka saat 'kaya'.
Saya percaya untuk mengubah nasib seseorang itu tidaklah sulit bagi Tuhan. Ia dapat melakukannya dalam hitungan detik malah. :D
Maka dari itu, saya tidak habis pikir mengapa orang-orang itu harus merasa jumawa akan sesuatu yang bersifat hanya sementara? sesuatu yang tidak akan mereka bawa mati kecuali amal ibadah selama hidup.
Bukankah kesombongan itu adalah jubah yang hanya pantas dikenakan oleh Tuhan?
Seorang kakek berumur 80 tahun pun bahkan tidak akan mampu mengingat rumahnya sendiri karena penyakit pikun yang ia derita. Ironis bahwa pada masa mudanya ia adalah seorang ilmuwan.
Seorang wanita cantik pun akan dipenuhi keriput wajahnya, giginya tanggal, kulitnya kendur dan terlihat tidak menarik ketika ia lanjut usia.
Dan yang terakhir, banyak sekali faktanya di dunia ini bagaimana pengemis berserakan di jalanan, meminta belas kasihan orang-orang yang melintas hanya untuk mencari sesuap nasi. Padahal mereka itu dahulunya adalah pengusaha sukses, orang terkenal, pejabat tinggi dll yang mempunyai harta benda tak terhitung.
Sungguh ironis bahwa apa yang kita perjuangkan agar kita diakui dan dihargai oleh orang lain bahkan sampai harus menghina dan menyakiti orang lain, ternyata adalah sesuatu yang bersifat hanya temporary dan tidak dibawa mati.
Saya tidak menyalahkan sifat manusia yang selalu ingin diakui keberadaannya, namun saya sangat tidak suka dengan cara-cara maladaptif yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar